Siang ini, tiba-tiba saja penulis tertarik untuk menuliskan masalah latah arah kiblat. Di Indonesia, khususnya pulau Jawa, arah kiblat memang tidak lurus ke arah barat, tetapi agak serong ke kanan sekitar 24o. Serong 24o itu dari arah barat, bukan arah masjid.
Saat ini, masjid-masjid khususnya yang baru, saat dibangun sudah diarahkan ke arah kiblat. Beberapa masjid yang lama, karena saat dibangun peralatan terbatas, dan pengetahuan jamaah saat itu juga masih terbatas, sebagian besar tidak ke arah kiblat, ke arah barat tepat pun belum tentu. Semua serba kira-kira, atau mengikuti jalan yang melewatinya.
Jika jalan diasumsikan ke barat, maka arah masjid disejajarkan dengan jalan, namun jika jalan diasumsikan mengara ke utara, maka arah masjid tegak lurus dengan jalan.
Sejak awal pertama kali pengenalan arah kiblat, memang mengalami pro kontra, apalagi ada yang berfikir susahnya mengubah arah masjid ke arah kiblat yang benar. Saat itu diambil solusi dengan mengubah arah barisan yang ada di dalam masjid. Semua masjid atau mushola, atau bahkan saat di rumah, ketika sholat, maka arahnya digeser ke kanan sedikit.
Semenjak peralatan canggih hadir, terutama peta satelit, ternyata tidak semua masjid yang merupakan bangunan lama salah arah, bahkan sebuah masjid di kampung Kranon yang didirikan sekitar tahun 1984, sudah mengarah ke arah kiblat.
Hal ini pernah penulis buktikan dengan membuat aplikasi pada tahun 2007 untuk melakukan pengecekan arah kiblat masjid (saat itu mushola 2007) dan ternyata sudah mengarah ke arah kiblat.
Hingga kini, jamaah di masjid Al-Ittihaad Kranon sudah tidak perlu risau lagi dengan arah kiblat. Namun ternyata, di antara jamaah yang ada, ada jamaah yang sepertinya baru menjadi jamaah di masjid Al-Ittihaad, saat kebetulan penulis jamaah dzuhur, salah seorang jamaah tadi membawa sajadah, dan sajadahnya diserongkan ke kanan, posisi penulis saat itu di sebelah kanan, secara otomatis penulis tidak bisa merapatkan barisan dengan jamaah besangkutan.
Jika penulis memaksakan merapatkan barisan, tentu penulis ikut-ikutan serong ke kanan, sementara jamaah lain, sebelah kanan penulis maupun sebelah kiri jamaah tadi, arahnya mengikuti arah kiblat masjid. Jadi, satu-satunya yang arahnya berbedah hanya satu jamaah tadi.
Selesai sholat, jamaah tersebut langsung bergeser ke tempat yang kosong, dan mengatur ulang sajadahnya serong ke kanan. Sepertinya tidak puas saat sholat karena mungkin waktu sujud sering tubrukan sama penulis.
Nah, ini yang menurut penulis adalah "latah arah kiblat". Kejadian ini sering terjadi, bahkan karena latah arah kiblat, ada jamaah melakukan sholat mengarah ke arah utara. ini terjadi di sebuah hotel yang mereka pikir mushola di dalam hotel tersebut mengarah ke barat, padahal arah nya agak serong ke utara cukup banyak. Karena latah, kebiasaan sholat digeser serong ke kanan, maka sholatnya pun menjadi menghadap ke utara.
Menurut penulis, ketika kita tidak tahu arah kiblat mana, kemudian juga tidak membawa peralatan yang bisa dipercaya, cukup kita percayakan saja kepada jamaah yang lain yang sudah biasa sholat di situ. Itu sudah cukup. Tidak perlu berfikir bahwa jamaah di situ sudah ketinggalan jaman, harusnya serong ke kanan. Tidak selalu serong ke kanan itu benar, bahkan di kantor penulis, arah kiblat justru serong ke kiri sekitar 20o, namun jika dilihat dari arah barat tetap serong 24o.
Saat ini, masjid-masjid khususnya yang baru, saat dibangun sudah diarahkan ke arah kiblat. Beberapa masjid yang lama, karena saat dibangun peralatan terbatas, dan pengetahuan jamaah saat itu juga masih terbatas, sebagian besar tidak ke arah kiblat, ke arah barat tepat pun belum tentu. Semua serba kira-kira, atau mengikuti jalan yang melewatinya.
Jika jalan diasumsikan ke barat, maka arah masjid disejajarkan dengan jalan, namun jika jalan diasumsikan mengara ke utara, maka arah masjid tegak lurus dengan jalan.
Sejak awal pertama kali pengenalan arah kiblat, memang mengalami pro kontra, apalagi ada yang berfikir susahnya mengubah arah masjid ke arah kiblat yang benar. Saat itu diambil solusi dengan mengubah arah barisan yang ada di dalam masjid. Semua masjid atau mushola, atau bahkan saat di rumah, ketika sholat, maka arahnya digeser ke kanan sedikit.
Semenjak peralatan canggih hadir, terutama peta satelit, ternyata tidak semua masjid yang merupakan bangunan lama salah arah, bahkan sebuah masjid di kampung Kranon yang didirikan sekitar tahun 1984, sudah mengarah ke arah kiblat.
Hal ini pernah penulis buktikan dengan membuat aplikasi pada tahun 2007 untuk melakukan pengecekan arah kiblat masjid (saat itu mushola 2007) dan ternyata sudah mengarah ke arah kiblat.
Hingga kini, jamaah di masjid Al-Ittihaad Kranon sudah tidak perlu risau lagi dengan arah kiblat. Namun ternyata, di antara jamaah yang ada, ada jamaah yang sepertinya baru menjadi jamaah di masjid Al-Ittihaad, saat kebetulan penulis jamaah dzuhur, salah seorang jamaah tadi membawa sajadah, dan sajadahnya diserongkan ke kanan, posisi penulis saat itu di sebelah kanan, secara otomatis penulis tidak bisa merapatkan barisan dengan jamaah besangkutan.
Jika penulis memaksakan merapatkan barisan, tentu penulis ikut-ikutan serong ke kanan, sementara jamaah lain, sebelah kanan penulis maupun sebelah kiri jamaah tadi, arahnya mengikuti arah kiblat masjid. Jadi, satu-satunya yang arahnya berbedah hanya satu jamaah tadi.
Selesai sholat, jamaah tersebut langsung bergeser ke tempat yang kosong, dan mengatur ulang sajadahnya serong ke kanan. Sepertinya tidak puas saat sholat karena mungkin waktu sujud sering tubrukan sama penulis.
Nah, ini yang menurut penulis adalah "latah arah kiblat". Kejadian ini sering terjadi, bahkan karena latah arah kiblat, ada jamaah melakukan sholat mengarah ke arah utara. ini terjadi di sebuah hotel yang mereka pikir mushola di dalam hotel tersebut mengarah ke barat, padahal arah nya agak serong ke utara cukup banyak. Karena latah, kebiasaan sholat digeser serong ke kanan, maka sholatnya pun menjadi menghadap ke utara.
Menurut penulis, ketika kita tidak tahu arah kiblat mana, kemudian juga tidak membawa peralatan yang bisa dipercaya, cukup kita percayakan saja kepada jamaah yang lain yang sudah biasa sholat di situ. Itu sudah cukup. Tidak perlu berfikir bahwa jamaah di situ sudah ketinggalan jaman, harusnya serong ke kanan. Tidak selalu serong ke kanan itu benar, bahkan di kantor penulis, arah kiblat justru serong ke kiri sekitar 20o, namun jika dilihat dari arah barat tetap serong 24o.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan menulis komentar. Tulislah komentar dengan penuh tanggung jawab.