Siang itu saya bersama isteri berjanji menemui pengiklan rumah yang dijual. Namanya pak Ismani. Rumah itu milik kakaknya yang berada di papua. Rumah milik pak Marcel.
Yang menarik buat saya hingga menuliskan kisah ini bukan rumah yang dijualnya tetapi justru pak Ismani, adik sang pemilik rumah.
Pak Marcel, dari namanya sudah jelas bukan seorang muslim. Bagi saya dan keluarga saya tidak ada masalah bertransaksi dengan yang berbeda keyakinan. Ini urusan dunia, bukan masalah aqidah. Kita tetap menghormati dan menghargai keyakinan orang lain.
***
Setelah berkeliling Semarang untuk mencari rumah pak Ismani akhirnya kami temukan juga. Rumahnya dekat pemakaman umum.
"Permisi", kataku sembari mengetuk pintu. Bisanya saya mengucapkan salam, tetapi untuk menghormatinya karena menurutku bukan muslim aku tidak mengucapkan salam.
Tak lama berselang, seorang pria dengan senyuman ramah keluar dari rumah dan mempersilakan masuk.
"Mari pak. Pak Nasir ya?"
"Betul pak", jawabku.
Kami mulai berbicara banyak tentang rumah yang akan kami beli. Pembicaraan yang menarik justru bukan di rumah yang akan kami beli, tetapi ada hal lain setelah berbicara ke sana kemari, bapaknya menanyakan asal usul saya.
"Bapak asli Semarang?", tanya pak Ismani.
"Saya Jogja pak."
"Oh, ibu yang Semarang ya?", lanjut pak Ismani.
"Saya dari Bali pak", jawab isteri saya.
"Oh, ibu mualaf ya?"
Saya dan isteri agak terkejut dengan pertanyaan itu. Jarang bahkan sepertinya belum pernah teman nasrani menanyakan hal semacam itu kepada kami.
"Tidak pak, saya dari dulu, keluarga saya muslim sudah turun temurun", jawab isteri.
"Oh, di Bali, muslim kan sedikit ya bu? Kalau saya mualaf.", kata pak Ismani.
Saya dalam hati terkejut. Padahal selama ini saya tidak mengucapkan salam kepada pak Ismani.
Pak Ismani pun bercerita banyak tentang pengalamannya hingga dia menjadi mualaf.
Pak Ismani berasal dari keluarga yang taat, bahkan salah seorang kakaknya adalah pendeta. Pak Ismani bahkan berhasil memasukkan seorang wanita menjadi nasrani dan menjadi isterinya. Perjalanan waktu kata beliau, ada yang aneh dengan keyakinannya.
Pak Ismani mulai mempelajari kitab-kitab lain. Setelah sekian lama mempelajari, pak Ismani semakin tertarik dengan Al-Quran dan akhirnya memutuskan untuk masuk islam. Istrinya dia suruh kembali ke islam, dan bahkan saat ini dia minta isterinya untuk mengenakan hijab.
Pak Ismani masuk islam sekitar tahun 2009. Hal ini memang mendapatkan pertentangan keras dari keluarga besarnya. Pak Ismani bilang, siap menanggung resiko apapun toh dia merasa bahwa keyakinan saat ini adalah keyakinan yang benar, yang haq.
Pak Ismani mulai mempelajari kitab-kitab lain. Setelah sekian lama mempelajari, pak Ismani semakin tertarik dengan Al-Quran dan akhirnya memutuskan untuk masuk islam. Istrinya dia suruh kembali ke islam, dan bahkan saat ini dia minta isterinya untuk mengenakan hijab.
Pak Ismani masuk islam sekitar tahun 2009. Hal ini memang mendapatkan pertentangan keras dari keluarga besarnya. Pak Ismani bilang, siap menanggung resiko apapun toh dia merasa bahwa keyakinan saat ini adalah keyakinan yang benar, yang haq.
Alhamdulillah hingga kini pak Ismani tetap istiqomah, bahkan semakin kuat imannya, semakin berani menunjukkan diri bahwa dia adalah muslim, bahkan bangga menjadi muslim.
Sudahkah anda sebagai seorang muslim bangga menjadi muslim. Beranikah anda berkata, "Saya seorang muslim dan saya bangga dengan Islam."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan menulis komentar. Tulislah komentar dengan penuh tanggung jawab.