Jumat, 30 Mei 2014

Jogja Menorehkan Kenangan bersama Keluarga Kecil

Kulihat jam di mobil menunjukkan jam 2 siang. Aku mengendarainya pelan-pelan. Aku ingin napak tilas saat bersama keluarga kecilku di Jogja.

Saat aku berhenti di sebuah traffic light UIN Sunan Kalijaga, kulihat restoran KFC di seberang jalan. Pikiranku melayang ke beberapa tahun silam. Banyak sekali kenangan di situ bersama kedua anakku yang lucu-lucu. Saat itu mereka berusia tiga tahun dan satu setengah tahun. Kak Adi dan Dek Alin namanya.

Kak Adi dan Dek Alin sangat menyukai ikan-ikan yang ada di aquarium. Beberapa kali kami mengambil tempat duduk di sebelah aquarium.

Terkadang Kak Adi bermain di area permainan anak. Dia adalah anak yang selalu mengalah saat itu. Jika bermain dengan teman-temang baru, terkadang ada yang merecokin, tetapi Kak Adi mengalah.

Lampu traffic light menyala hijau, aku lanjutkan perjalanan. Aku mengambil ke arah kanan, mengarah ke sebuah mal, Ambarukmo Plaza. Rencanaku, aku ingin melewati jalan Nologaten. Jalan yang penuh kenangan bersama anak-anakku.

Saat itu, di Nologaten, kami, sehabis subuh, di hari libur, kadang meluangkan waktu untuk jalan kaki menikmati suasana pagi hari. Kami membuat rute pendek. Dari rumah yang kami tempati, di jalan Nologaten, mengarah ke arah jalan Solo. Sesampainya jalan Solo, kami berjalan kaki menuju ke Ambarukmo Plaza. Kami biasanya beristirahat sejenak di depan Ambarukmo Plaza. Sekedar duduk-duduk di tangga atau di tempat duduk permanen di depannya. Kami melanjutkan perjalanan melalui Akademi Pariwisata, dan akhirnya kembali lagi ke tempat tinggal kami.

Aku sengaja tidak melalui Ambarukmo Plaza, aku ambil belokan kiri, jalan Nologaten, ke arah utara. Sebuah pasar tradisional di sebelah kanan jalan kini sudah banyak perubahan. Aku sering berjalan berdua bersama isteri saat itu untuk sekedar belanja di pasar tradisional ini. Segala sesuatunya serba murah di sini.

Di utara sedikit ada sebuah penampungan sampah umum. Ternyata sampai sekarang masih ada. Salah satu tugasku adalah membuang sampah. Aku pernah dimarahi oleh seseorang saat aku membuang sampah di penampungan sampah umum tersebut. Setelah kejadian itu, aku biasanya membuang sampah sehabis sholat subuh.

Sekitar 800 meter dari jalan Solo, di sebelah kiri jalan, aku melihat bekas tempat tinggalku dulu. Sudah banyak berubah. Entah siapa sekarang yang menempati. Sebelah selatannya merupakan warung milik Mbak Mar. Sampai saat ini masih seperti itu, tidak ada perubahan. Suaminya terlihat di depan rumah, sepertinya lebih ceria.

Sesampainya di perempatan jalan, tidak jauh dari bekas tempat tinggalku, aku belok ke kanan. Banyak kenangan di sana. Sebuah gedung olah raga di kiri jalan, di situ kami sering membawa anak-anak kami saat masih bayi untuk ditimbang. Di situlah posyandu di kampung itu.

Sesampainya di sebuah gereja, aku mengambil arah kiri. Dulu, di sini hanya ada sawah yang ditanami padi. Sungguh hijau dan asri saat itu. Kini, saat ini, bangunan cafe-cafe tumbuh di situ. Padi yang dulu menghijaukan sawah di situ sudah tidak bisa ditemui lagi.

Mobil aku arahkan ke jalan Perumnas, sebenarnya aku ingin melewati jalan Wachid Hasyim di mana di situ kami juga pernah tinggal. Setelah menyeberang selokan Mataram, kulihat warung yang menyajikan batagor kiri jalan masih ramai dikunjungi.

Aku sering mengajak isteriku ke warung ini saat itu. Sebelah utaranya, tukang cukur, yang aku sempat kenal dekat dengan pemiliknya. Sebelah utaranya lagi, penjual mie ayam ternyata juga masih ada di sana. Saya dan isteri sering ke sini untuk menikmati mie ayam yang menurut kami cukup enak.

Ke arah utara sedikit, warung penjual sayuran yang berada di kanan jalan, kini sudah tidak terlihat lagi. Entah saat ini profesi apa yang digeluti. Aku sering mengantar isteriku ke warung ini saat kami tinggal di jalan Wachid Hasyim.

Sesampainya di pertigaan konblok ke arah kiri, aku mengambil jalur tersebut. Ada sebuah pondok pesantren putri di kanan jalan. Pemiliknya juga membuka jasa perbaikan barang-barang elektronik. Televisi isteriku sering aku bawa ke situ untuk diperbaiki. Namun tidak pernah bertahan lama.

Begitu banyak kenangan indah di Jogja yang tidak mungkin aku lupakan bersama keluarga kecilku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan menulis komentar. Tulislah komentar dengan penuh tanggung jawab.

Coretan Populer